09/12/2015
Presiden Tak Terima, Sejumlah Politikus PDI-P Kini Justru Dukung Setya Novanto
JAKARTA – Beberapa Politikus asal PDI-P mulai mempersoalkan motif Maroef Sjamsoeddin yang melakukan rekaman perbincangan dengan Setya Novanto dan Riza Chalid pada 8 Juni 2015.
Ketua DPR
dan Pengusaha Migas tersebut diduga akan meminta sejumlah saham PT Freeport Indonesia
dan saham proyek listrik kepada Maroef Sjamsoeddin, dengan mencatut nama Presiden
dan Wakil Presiden RI.
Kemudian, Menteri ESDM Sudirman Said menggunakan rekaman tersebut untuk melaporkan pelanggaran etika Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan.
Di lain kesempatan, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa Ketika direktur perusahaan asing merekam secara sepihak, itu harus dilihat sebagai sebuah preseden. Motif penegakan hukum atau motif kepentingan bisnis itu sendiri harus dilihat betul.
BIN saja memiliki peraturan yang ketat mengenai perekaman dalam bentuk apapun secara diam-diam.
Kemudian, Menteri ESDM Sudirman Said menggunakan rekaman tersebut untuk melaporkan pelanggaran etika Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan.
Di lain kesempatan, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa Ketika direktur perusahaan asing merekam secara sepihak, itu harus dilihat sebagai sebuah preseden. Motif penegakan hukum atau motif kepentingan bisnis itu sendiri harus dilihat betul.
BIN saja memiliki peraturan yang ketat mengenai perekaman dalam bentuk apapun secara diam-diam.
Maroef Sjamsoeddin yang merupakan mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara harusnya menyadari hal tersebut.
"Sejak
dulu kita lihat bagaimana Bung Karno dilengserkan ketika ada proses-proses
untuk menguasai sumber kekayaan alam bangsa Indonesia. Sejarah itu bisa
terulang. Kita harus melihat kemungkinan ada kepentingan asing." ujar Hasto
Kristiyanto.
Berlanjut kepada Bambang Wuryanto selaku Sekretaris Fraksi PDI-P yang juga ikut-ikutan mempertanyakan tujuan Maroef Sjamsoeddin yang melakukan rekaman percakapannya dengan Setya Novanto dan Riza Chalid.
Sekretaris Fraksi PDI-P tersebut mempertanyakan langkah Menteri ESDM yang begitu saja melaporkan rekaman percakapan tersebut ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Karena serangkaian kejadian tersebut pada akhirnya hanya akan membuat gaduh kancah perpolitikan nasional.
"Kalau kayak begini kan bikin gaduh, apa enggak bisa dirembuk." Ujar Bambang Wuryanto.
Hendrawan Supratikno selaku Wakil Ketua Fraksi PDI-P menghimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak melihat kasus Etika Setya Novanto ini dari satu sudut pandang saja.
Wakil Ketua Fraksi PDI-P tersebut mengajak masyarakat untuk melihat secara jernih bahwa ada bos perusahaan asing yang berinisiatif bertemu pimpinan lembaga tinggi negara.
Lalu di sebuah kesempatan yang lain, pimpinan perusahaan asing tersebut melakukan perekaman pembicaraan secara diam-diam.
"Kemudian hasil rekamannya membuat konflik antar lembaga negara. Jangan sampai sisi lain poin ini dilupakan," Terang Hendrawan Supratikno.
Presiden Tak
Terima
Sikap dari para Politikus PDI-P tersebut jelas terlihat bertolak belakang dengan kegelisahan Presiden dan Wakil Presiden. Duet ini sebelumnya diusung oleh sejumlah partai koalisi seperti PDI-P yang salah satunya juga tergabung dalam KIH.
Presiden saat itu marah setelah memberikan sebuah pernyataan mengenai pilkada serentak. Jokowi tidak terima bila namanya dicatut untuk meminta saham kepada PT FI.
"Saya tidak apa-apa dibilang Presiden gila, sarap, koppig tidak apa. Tetapi kalau sudah dibilang mencatut, meminta saham, itu yang tidak bisa." Tegas Jokowi dengan nada tinggi pada Senin 7 Desember 2015.
Sementara, dengan nada yang lebih tenang, ternyata Jusuf Kalla juga mengeluarkan pernyataan yang cukup keras kepada Setya Novanto. Menurut Jusuf Kalla, dengan situasi saat ini, sebaiknya Setya Novanto mengundurkan diri sebagai Ketua DPR.
Wakil Presiden RI tersebut juga menantikan hasil dari sidang Mahkamah Kehormatan Dewan. Namun, menurutnya Mahkamah Kehormatan Dewan juga harus membandingkan kasus etika sebelumnya yang juga menjerat Setya Novanto saat hadir dalam kampanye Donald Trump yang saat itu menjadi bakal calon presiden Amerika Serikat.
Sikap dari para Politikus PDI-P tersebut jelas terlihat bertolak belakang dengan kegelisahan Presiden dan Wakil Presiden. Duet ini sebelumnya diusung oleh sejumlah partai koalisi seperti PDI-P yang salah satunya juga tergabung dalam KIH.
Presiden saat itu marah setelah memberikan sebuah pernyataan mengenai pilkada serentak. Jokowi tidak terima bila namanya dicatut untuk meminta saham kepada PT FI.
"Saya tidak apa-apa dibilang Presiden gila, sarap, koppig tidak apa. Tetapi kalau sudah dibilang mencatut, meminta saham, itu yang tidak bisa." Tegas Jokowi dengan nada tinggi pada Senin 7 Desember 2015.
Sementara, dengan nada yang lebih tenang, ternyata Jusuf Kalla juga mengeluarkan pernyataan yang cukup keras kepada Setya Novanto. Menurut Jusuf Kalla, dengan situasi saat ini, sebaiknya Setya Novanto mengundurkan diri sebagai Ketua DPR.
Wakil Presiden RI tersebut juga menantikan hasil dari sidang Mahkamah Kehormatan Dewan. Namun, menurutnya Mahkamah Kehormatan Dewan juga harus membandingkan kasus etika sebelumnya yang juga menjerat Setya Novanto saat hadir dalam kampanye Donald Trump yang saat itu menjadi bakal calon presiden Amerika Serikat.
PDI-P Berbalik Arah
Syarifudin Sudding selaku anggota MKD dari Fraksi Partai Hanura menyebutkan bahwa dalam sepekan ini jumlah anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang mendukung Setya Novanto bertambah.
Para Anggota MKD yang semula bersikap konsisten mengusut kasus tersebut secara objektif, justru mengubah arah, ketika Mahkamah Kehormatan Dewan menggelar voting terbuka pada hari Selasa 1 Desember 2015, hanya ada enam anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang memilih untuk menutup kasus tersebut.
Namun seusai pemeriksaan Setya Novanto yang dilakukan secara tertutup pada Senin 7 Desember 2015, jumlah anggota MKD yang menginginkan untuk menghentikan kasus tersebut semakin bertambah.
Para Anggota MKD ingin menghentikan kasus tersebut karena dari nota pembelaan pengadu yang disebutkan bahwa pelapor tak punya legal standing dan menganggap alat bukti rekaman ilegal.
Sehingga, muncul jalan tengah dari permasalahan tersebut agar bukti asli rekaman percakapan diuji terlebih dahulu pada lab forensik Mabes Polri.
Maka dari itu sidang kasus Setya Novanto ini pun harus tertunda untuk sementara waktu selama proses uji lab forensik dilakukan.
Namun sangat disayangkan, Anggota MKD dari Fraksi Partai Hanura tersebut enggan untuk menyebut siapa saja anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang berbalik arah membela Setya Novanto. Namun ketika ditanya apakah anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dari PDI-P salah satunya yang berbalik arah, Sudding langsung menyambut, "Nah itu kamu sudah tahu. Tidak perlu dari saya kan."
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment